Kamis, 08 Maret 2012

Ritual ritual Mistis di Mahkamah Agung

Lembaga tertinggi peradilan Indonesia, Mahkamah Agung (MA) dikenal sebagai istana penuh misteri. Anggota Komisi III DPR, Nudirman Munir terang-terangan menyatakan MA seperti istana keramat yang bau menyan. Benarkah?
 
"Berbagai ritual, seperti meditasi atau kunjungan-kunjungan dalam waktu tertentu ke tempat-tempat keramat sering dilakukan untuk keperluan ini," kata Sebastian Pompe.

Peneliti dari Belanda ini mengungkapkannya dalam buku 'Runtuhnya Institusi Mahkamah Agung' seperti dikutip detikcom, Kamis (8/3/2012).

Kepercayaan mistis MA berlangsung telah lama. Seperti yang terjadi pada tahun 1965 silam. Yaitu ada hakim agung yang melakukan ritual mistis jelangkung di gedung MA.

"Pada tahun 1965, Ketua Muda X sudah mempraktekkan jelangkung di MA. Ritual ini menggunakan semacam piramida logam diatas meja dengan sebatas pensil yang menggantung pada seutas tali dari pusat piramida," tulis Pompe dalam halaman 589.

Lalu, seseorang diantaranya mulai kesurupan dan orang-orang pun mulai mengerubung kertas tersebut. "Tulisan pensil berupa bulatan-bulatan dan tulisan melingkar-lingkar, orang mencari tahu apa maksudnya," ujar sumber Pompe tersebut.

Mistis tidak sebatas jelangkung. Dalam menentukan jumlah hakim, jabatan dan kinerja juga berdasarkan perhitungan irrasional. Seperti saat MA di bawah Mudjono yang membagi jumlah hakim dan bidang hakim dengan kualitas mistis. Pompe menyebutnya sebagai 'aritmatika mistis'.

"Penambahan hakim baru akan menghasilkan seluruh bidang yang berjumlah 17. Angka ini oleh Mudjono dinilai sebagai angka keramat karena pada tanggal tersebut adalah Proklamasi Kemerdekaan RI. Hakim agung juga dikelompkkan menjadi 8 bidang yang juga dinilai sebagai angka keramat bagi Indonesia. Jumlah total hakim agung minus Ketua MA harus 45, tahun kemerdekaan RI," lanjut Pompe dalam buku yang diterbitkan pada 12 Februari 2012 oleh Lembaga Kajian & Advokasi untuk Independensi Peradilan (LeIP).

Saat Pompe mencoba mencari tahu arti angka 17 selain hari kemerdekaan. Seorang hakim agung mengakui angka tersebut mempunyai arti mistis, lebih dari sekedar tanggal kemerdekaan.

"Tujuh belas bidang yang dibentuk Mudjono ada kaitannya dengan mistisme Jawa, tetapi saya tidak tahu apa itu persisnya. Saya cuma mengaitkan itu dengan tanggal kemerdekaan kami," cerita sumber Pompe di halaman 590.

Buku ini merupakan kajian Pompe yang dipresentasikan di luar negeri pada 1996. Lantas kajian tersebut hadir dalam buku berbahasa Inggris pada 2005 silam yang beredar di berbagai negara dan menjadi refrensi utama dalam mengkaji hukum di Indonesia. Bulan Februari 2012 LeIP menerbitkan buku tersebut dalam bahasa Indonesia.

"Rangkaian fakta dan analisis dalam buku ini tentu akan menjadi bahan perdebatan bagi para pemerhati dan praktisi hukum dan peradilan," tulis LeIP dalam lembaran kata pengantar.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar