Selasa, 07 Februari 2012

Kampung Melayu di Afrika yg berwarna warni


Di abad 17, ketika kompeni menguasai hampir seluruh wilayah Nusantara, pengasingan orang-orang yang menjadi tahanan politik dan budak hingga nun jauh ke benua hitam, Afrika.

Orang-orang buangan tersebut ditempatkan di Bo-Kaap, sebuah kawasan di Cape Town, Afrika Selatan. Dari generasi ke generasi, mereka beranak-pinak dan akhirnya membentuk perkampungan melayu. Secara tak sengaja pula, pembuangan tersebut akhirnya menjadi penyebab menyebarnya agama Islam di Tanjung Harapan.

Menurut data, populasi muslim di Afrika Selatan kini mencapai 1,5% dari total 44 juta penduduk yang ada.

Rumah-rumah di Bo-Kaap bercorak khas, paduan antara gaya Timur dan neoklasik. Jalan-jalannya masih buatan batu asli dari abad ke-17, ditambah cat rumah yang warna-warni sehingga menambah keunikan kota ini. Pemukiman yang unik itu dikenal sebagai Kampung Melayu atau The Malay Quarter.

Penduduknya kebanyakan keturunan pendatang dari Indonesia, yang tiba di Benua Afrika 300 tahun silam.

Sepintas, orang tak akan yakin mereka keturunan Melayu. Nama panggilannya memang nama-nama islami khas Melayu, tapi nama keluarganya Barat, akibat peraturan dua abad lalu yang mengharuskan mereka memiliki nama yang mudah diucapkan penjajah Belanda. Lagi pula, mereka tidak berbahasa Melayu, tetapi Inggris dan Afrikaans, sejenis bahasa Belanda. Hanya beberapa kata Melayu saja yang masih terselip dalam bahasa mereka.

Menurut ahli-ahli sejarah, orang Indonesia pertama yang tiba di Afrika Selatan terdiri atas budak-budak atau pekerja paksa yang diangkut ke sana oleh pemerintah Hindia Belanda. Menurut arsip museum di Bo-Kaap, selama periode 1652 sampai 1808 tercatat 4.890 budak yang tiba di Cape Town, di antaranya 1.033 berasal dari Indonesia.

Terdapat sebelas masjid di Bo-Kaap. Yang tertua ialah Masjid Auwal yang dibangun pada tahun 1798. Masjid ini sekaligus sebagai simbol pengakuan Islam serta eksistensi muslim di Afrika Selatan. Dari masjid ini pula ajaran madzhab Syafiiyah mulai disebarkan. Seperti halnya mayoritas muslim Indonesia, di Afrika Selatan pun mayoritas warga muslim mempraktikkan Islam sesuai madzhab imam Syafii.

Hal yang menonjol lagi adalah bahwa di tempat ini, walaupun bukan negara muslim, namun kebebasan beragama begitu tinggi. Kaum laki-laki muslim mayoritas mengenakan baju gamis dan memelihara jenggot. Sementara kaum perempuannya, mengenakan abaya dan ada juga yang memakai hijab atau burqa sebagai penutup wajah. Mereka dengan leluasa bekerja dengan pakaian dan atribut seperti itu.

Punya rencana ke Afrika Selatan? Tak ada salahnya mengunjungi Bo-Kaap guna menelusuri jejak sejarah bangsa kita. Siapa tahu bisa menemukan rantai keluarga yang terputus? Who knows...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar